Harus Tulus Dalam Memberi
Ilmu Bermanfaat - Harus Tulus Dalam Memberi artinya kita tentu berbuat baik tentunya bukan untuk mengharap sesuatu dari orang
lain. Karena kita sadar itulah peran yang harus kita mainkan. Jadi, seandainya
tak ada seorang pun berterima kasih kepada anda, anda tidak perlu berkecil
hati. Mungkin saja orang itu tak memahami kebaikan yang anda lakukan, karena
mereka menganggap memang seharusnya anda melakukan itu. Jadi apatah nilai
ucapan terima kasih orang lain.
Biarkan saja kebaikan mengalir dari
tangan anda, dan biarkan benak anda terbebas dari perasaan berjasa. Mereka
adalah makhluk yang lemah sebagaimana kita lemah, apatah artinya suatu harapan
dari sumber kelemahan. Akan tetapi, berharaplah dari Allah Ta’ala, Dzat
yang Maha Kuat lagi Maha Kuasa. Karena itulah, Allah menceritakan orang-orang
yang shalih yang berucap,
إِنَّمَا
نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Sesungguhnya Kami
memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami
tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.”
(QS. Al-Qalam: 9)
Kita menilai diri kita dengan mengukur apa yang kita rasa mampu
untuk mengerjakannya, orang lain menilai diri kita mengukur dari apa yang telah
kita perbuat.
Nilai seseorang dilihat dari seberapa
banyak kontribusi dia terhadap orang lain. Sehingga, seorang yang dikenal
kebaikannya tentu lebih baik dari pada dikenal keburukannya.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
« خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ
وَشَرُّكُمْ مَنْ لاَ يُرْجَى خَيْرُهُ وَلاَ يُؤْمَنُ شَرُّهُ »
“Sebaik-baik kalian adalah yang
diharapkan kebaikannya dan dirasa aman keburukannya. Dan seburuk-buruk kalian
adalah yang tidak diharap kebaikannya dan tidak dirasa aman keburukannya.”
(HR. Tirmidzi (2236), dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Sekarang yang menjadi pertanyaan
yaitu, mana mungkin seorang akan diharap kebaikannya apabila tidak dikenal
kebaikannya? Sehingga, seorang yang dipandang baik di mata manusia tentu akan
lebih banyak memberikan kontribusi kebaikan kepada orang lain.
Cukuplah seseorang dikatakan celaka,
ketika ia disebut namanya namun tidak dikenang
kecuali keburukannya. Sebab, yang tersemat di dalam bibir-bibir manusia ketika
itu adalah doa keburukan baginya. Siapa yang lebih merugi dari padanya?
Suatu ketika, ada seorang anak
merengek meminta dibelikan jagung bakar. Dengan sedikit enggan ibunya memberi
selembar uang dan mengawasinya dari kejauhan. Lalu si anak dengan tekun
mengikuti gerak-gerik nenek tua penjual jagung bakar memainkan kipas bambunya.
Mata kanak-kanaknya membulat terheran-heran pada pletikan biji jagung, asap,
serta harum yang tersebar kemana-mana. Sedang nenek tua yang berpakaian lusuh
itu tersenyum melirik anak kecil yang jongkok di sampingnya. Mata tuanya
meredup melayang entah kemana. Sesekali dicubitnya pipi anak itu. Kemudian
diberikannya jagung bakar itu yang sejak tadi si anak berharap-harap takjub. Si
ibu menghampirinya dan mengucapkan terima kasih kepada sang nenek tua yang
telah memberikan jagung dengan gratis. Si ibu lalu berkata kepada si ayah,
“Lumayan kita dapat rejeki satu jagung bakar.” Lalu mereka meninggalkan taman
kota itu dengan kendaraan roda empat mereka.
Mari kita renungi. Mengapa ia
menyebutnya sebagai rejeki? Bukankah dengan demikian si nenek itu justru
kehilangan sebagian penghasilannya yang tak seberapa? Tidakkah anda terpanggil
untuk membalas pemberian itu dengan sesuatu yang lebih dari sekedar ucapan
terima kasih? Memang, menerima selalu menyenangkan. Namun, memberi dengan sikap
tulus lebih membahagiakan. Tahukah kita? Hati nenek itu teramat terang, jauh
lebih terang dari pada lampu yang menyinari taman di waktu senja.
Allah Ta’ala berfirman
menggambarkan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan-Nya,
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 274)
Ya, tidak ada
kesedihan bagi orang-orang yang dermawan, sebab semakin memberi semakin banyak
kebahagiaan yang ia rasakan. Ringankan hidup
anda dengan memberi kepada orang lain. Semakin banyak anda memberi semakin
mudah anda memikul hidup ini.
Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat
buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas
dengan buah.
Cobalah anda berdiri di depan jendela,
pandanglah keluar. Tanyakan pada diri sendiri apa yang sudah anda persembahkan
untuk hidup ini. Pasti ada alasan kuat mengapa anda hadir di sini. Bukan untuk
merengek atau meminta dunia menyanjung anda. Keberadaan anda bukan untuk
kesia-siaan. Bahkan seekor cacing pun dihidupkan untuk menggemburkan tanah.
Sebongkah batu dipadatkan untuk menahan sebuah gunung. Alangkah hebatnya anda
dengan segala kekuatan yang anda miliki, dan itu akan terwujud jika anda mau
memberikannya. (Motivasi Net, Ir. Andi Muzaki, SH, MT, hal.64)
Ingatlah, tak ada yang lebih berhak anda beri melainkan Islam
sebagai puncaknya. Anda hidup bukan tanpa tujuan, tapi anda hidup untuk
merealisasikan peribadatan kepada Allah di atas titian Islam. Dan ingatlah
bahwa Islam selalu menganjurkan pemeluknya untuk berbagi.
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah
yang dermawan, sehingga kita merasakan kebahagiaan melalui aluran tangan yang
kita persembahkan kepada orang lain. Amin.
Oleh: Muizzudien Abu Turob
0 komentar:
Post a Comment