Our social:

Friday, 8 May 2015

Harus Tulus Dalam Memberi

  
Harus Tulus Dalam Memberi

          Ilmu Bermanfaat - Harus Tulus Dalam Memberi artinya kita tentu berbuat baik tentunya bukan untuk mengharap sesuatu dari orang lain. Karena kita sadar itulah peran yang harus kita mainkan. Jadi, seandainya tak ada seorang pun berterima kasih kepada anda, anda tidak perlu berkecil hati. Mungkin saja orang itu tak memahami kebaikan yang anda lakukan, karena mereka menganggap memang seharusnya anda melakukan itu. Jadi apatah nilai ucapan terima kasih orang lain.

          Biarkan saja kebaikan mengalir dari tangan anda, dan biarkan benak anda terbebas dari perasaan berjasa. Mereka adalah makhluk yang lemah sebagaimana kita lemah, apatah artinya suatu harapan dari sumber kelemahan. Akan tetapi, berharaplah dari Allah Ta’ala, Dzat yang Maha Kuat lagi Maha Kuasa. Karena itulah, Allah menceritakan orang-orang yang shalih yang berucap,

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

 “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Qalam: 9)

Kita menilai diri kita dengan mengukur apa yang kita rasa mampu untuk mengerjakannya, orang lain menilai diri kita mengukur dari apa yang telah kita perbuat.

          Nilai seseorang dilihat dari seberapa banyak kontribusi dia terhadap orang lain. Sehingga, seorang yang dikenal kebaikannya tentu lebih baik dari pada dikenal keburukannya.
          
Dalam sebuah hadits disebutkan,

« خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لاَ يُرْجَى خَيْرُهُ وَلاَ يُؤْمَنُ شَرُّهُ »

          “Sebaik-baik kalian adalah yang diharapkan kebaikannya dan dirasa aman keburukannya. Dan seburuk-buruk kalian adalah yang tidak diharap kebaikannya dan tidak dirasa aman keburukannya.” (HR. Tirmidzi (2236), dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

          Sekarang yang menjadi pertanyaan yaitu, mana mungkin seorang akan diharap kebaikannya apabila tidak dikenal kebaikannya? Sehingga, seorang yang dipandang baik di mata manusia tentu akan lebih banyak memberikan kontribusi kebaikan kepada orang lain.

          Cukuplah seseorang dikatakan celaka, ketika ia disebut namanya namun tidak dikenang kecuali keburukannya. Sebab, yang tersemat di dalam bibir-bibir manusia ketika itu adalah doa keburukan baginya. Siapa yang lebih merugi dari padanya?

          Suatu ketika, ada seorang anak merengek meminta dibelikan jagung bakar. Dengan sedikit enggan ibunya memberi selembar uang dan mengawasinya dari kejauhan. Lalu si anak dengan tekun mengikuti gerak-gerik nenek tua penjual jagung bakar memainkan kipas bambunya. Mata kanak-kanaknya membulat terheran-heran pada pletikan biji jagung, asap, serta harum yang tersebar kemana-mana. Sedang nenek tua yang berpakaian lusuh itu tersenyum melirik anak kecil yang jongkok di sampingnya. Mata tuanya meredup melayang entah kemana. Sesekali dicubitnya pipi anak itu. Kemudian diberikannya jagung bakar itu yang sejak tadi si anak berharap-harap takjub. Si ibu menghampirinya dan mengucapkan terima kasih kepada sang nenek tua yang telah memberikan jagung dengan gratis. Si ibu lalu berkata kepada si ayah, “Lumayan kita dapat rejeki satu jagung bakar.” Lalu mereka meninggalkan taman kota itu dengan kendaraan roda empat mereka.

          Mari kita renungi. Mengapa ia menyebutnya sebagai rejeki? Bukankah dengan demikian si nenek itu justru kehilangan sebagian penghasilannya yang tak seberapa? Tidakkah anda terpanggil untuk membalas pemberian itu dengan sesuatu yang lebih dari sekedar ucapan terima kasih? Memang, menerima selalu menyenangkan. Namun, memberi dengan sikap tulus lebih membahagiakan. Tahukah kita? Hati nenek itu teramat terang, jauh lebih terang dari pada lampu yang menyinari taman di waktu senja.

          Allah Ta’ala berfirman menggambarkan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan-Nya,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

          “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 274)

          Ya, tidak ada kesedihan bagi orang-orang yang dermawan, sebab semakin memberi semakin banyak kebahagiaan yang ia rasakan. Ringankan hidup anda dengan memberi kepada orang lain. Semakin banyak anda memberi semakin mudah anda memikul hidup ini.

          Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah.

          Cobalah anda berdiri di depan jendela, pandanglah keluar. Tanyakan pada diri sendiri apa yang sudah anda persembahkan untuk hidup ini. Pasti ada alasan kuat mengapa anda hadir di sini. Bukan untuk merengek atau meminta dunia menyanjung anda. Keberadaan anda bukan untuk kesia-siaan. Bahkan seekor cacing pun dihidupkan untuk menggemburkan tanah. Sebongkah batu dipadatkan untuk menahan sebuah gunung. Alangkah hebatnya anda dengan segala kekuatan yang anda miliki, dan itu akan terwujud jika anda mau memberikannya. (Motivasi Net, Ir. Andi Muzaki, SH, MT, hal.64)

Ingatlah, tak ada yang lebih berhak anda beri melainkan Islam sebagai puncaknya. Anda hidup bukan tanpa tujuan, tapi anda hidup untuk merealisasikan peribadatan kepada Allah di atas titian Islam. Dan ingatlah bahwa Islam selalu menganjurkan pemeluknya untuk berbagi.

          Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang dermawan, sehingga kita merasakan kebahagiaan melalui aluran tangan yang kita persembahkan kepada orang lain. Amin.

Oleh: Muizzudien Abu Turob

0 komentar:

Post a Comment